Artinya: yang
kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
Untuk
memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini dikemkakan contoh.
Saat ini Abdurofi melanjutkan pelajarannya di SMK. Sebelum Abdurofi
lahir, bahkan sejak zaman azali Allah telah menetapkan, bahwa seorang
anak bernama Abdurofi akan melanjutkan pelajarannya di SMK. Ketetapan
Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan bahwa saat terjadinya
disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar adalah
perwujudan dari qadha.
2. Hubungan antara Qadha dan Qadar
Pada
uraian tentang pengertian qadha dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha
dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha adalah ketentuan, hukum atau
rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan
atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan
perbuatan.
Perbuatan
Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam
surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu
Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada dan qadar
Diriwayatkan bahwa
suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang
berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya
tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang
artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah,
malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan
beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki
tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Lelaki
itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan
pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang
dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi rukun iman. Salah
satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan
demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati
kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang
terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Sebagai
orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas
diri kita. Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ”
Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar
terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari
Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir
Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak
selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita
sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur
karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika
takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka
hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa
di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya.
Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT
telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan
dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai
berikut yang artinya
”Sesungguhnya
seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk
nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal
daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya
dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal
perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari
hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan
Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah
ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam
menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban
untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah
sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha
dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin
Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ”
Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai
adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman
nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang
menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai,
ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih
dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari
kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala
sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita
tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab
itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan
tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a.
Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada
Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq:
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang
siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai
cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia
cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal
ini Allah berfirman: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya: Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh.
Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan
kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
B.Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan
beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi
kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk
kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1.Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena
musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Firman Allah: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya:”dan
apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan
bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta
pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang
yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh
keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena
hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia
mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena
ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia
tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang
tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak
datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang
beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk
meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Firaman Allah: lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya : Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang
yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan
jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang
ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. lihat Al-Qur’an on line di google
Artinya : Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar