Akulturasi merupakan proses percampuran antara unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sehingga terbentuk kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan sama sekali ciri khas masing-masing kebudayaan lama. Kedatangan ajaran Islam di Nusantara juga mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan Nusantara saat itu. Berikut ini adalah seni budaya Nusantara yang telah mendapatkan pengaruh dari ajaran Islam.
A. Nama-Nama Bulan dalam Jawa
Masuknya Islam ke Indonesia, membawa pengaruh pada sistem penanggalan. Islam menggunakan kalender Hijriah yang berpatokan pada perputaran bulan. Bentuk akulturasi antara penanggalan Islam dengan penanggalan Jawa dapat terlihat pada penamaan bulan sebagai berikut:
No | Bulan Hijriyah | Bulan Jawa | Jumlah Hari |
---|---|---|---|
1 | Muharam | Sura | 30 |
2 | Safar | Sapar | 29 |
3 | Rabi’ul awwal | Mulud | 30 |
4 | Rabi’ul akhir | Bakda mulud | 29 |
5 | Jumadil awal | Jumadil awal | 30 |
6 | Jumadil akhir | Jumadilakir | 29 |
7 | Rajab | Rejeb | 29 |
8 | Sya’ban | Ruwah | 29 |
9 | Ramadhan | Pasa | 30 |
10 | Syawal | Sawal | 29 |
11 | Zulqaidah | Apit | 30 |
12 | Zulhijjah | Besar | 29/30/(29/30) |
Jumlah | 354/355 |
B. Seni Bangunan Masjid
Wujud akulturasi terlihat dalam bangunan masjid kuno, yaitu dilihat dari bentuk bangunan, menara dan letak masjid.
- Kebanyakan bentuk bangunan masjid di Jawa berbentuk seperti pendopo yang berbentuk bujur sangkar dan tersusun ke atas semakin kecil dan tingkat teratas disebut dengan limas. Jumlah tumpang biasanya gasal. Bentuk masjid seperti ini disebut dengan meru. Bentuk tumpang ini merupakan akulturasi dengan Hindu, di mana pura milik orang Hindu berbentuk tumpang.
- Menara berfungsi sebagai tempat menyerukan azan. Bentuk akulturasi ini terlihat pada menara Masjid Kudus yang terbuat dari terakota yang tersusun seperti candi, sedangkan di Banten bentuk menara menyerupai mercusuar di Eropa.
- Kebanyakan masjid di Indonesia terletak di sebelah barat alun-alun istana atau keraton. Selain itu masjid juga diletakkan dekat dengan makam, terutama makam raja-raja.
Seni ukir yang dimaksud adalah seni ukir hias untuk hiasan masjid, bangunan makam di bagian jirat, nisan, cungkup dan tiang cungkup. Seni ukir hias ini antara lain berupa dedaunan, motif bunga (teratai), bukit-bukti karang, panorama alam, dan ukiran kaligrafi.
Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan merangkaikan huruf-huruf Arab atau ayat suci al-Qur'an, hadis, asma Allah Swt., shalawat maupun kata-kata hikmah sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Kaligrafi Islam sering disebut dengan istilah khat. Kaligrafi sebagai motif hiasan dapat dijumpai di masjid-masjid kuno, seperti ukir-ukiran yang terdapat pada masjid di Jepara dan sekitarnya.
D. Seni Tari
Di beberapa daerah di Indonesia terdapat bentuk-bentuk tarian yang berkaitan dengan bacaan shalawat.
- Tari Zipin adalah sebuah tarian yang mengiringi musik qasidah dan gambus. Musik yang yang mengiringinya berirama padang pasir atau daerah Timur Tengah. Tari Zipin biasa dipentaskan pada upacara atau perayaan tertentu misalnya: khitanan, pernikahan dan peringatan hari besar Islam lainnya.
- Tari Seudati dari Aceh. Seudati berasal dari kata Syaidati yang berarti permainan orang-orang besar. Disebut sebagai Tari Saman karena mula-mula permainan ini dimainkan oleh delapan orang. Saman berasal dari bahasa Arab yang artinya delapan. Dalam tari Seudati para penari menyanyikan lagu tertentu yang berupa shalawat
Kebudayaan Islam kita juga mengenal seni musik berupa rebana, hadrah, qasidah, nasyid dan gambus yang melantunkan lagu-lagu dengan syair Islami.
- Hadrah adalah salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu yang bernuansa Islami yaitu tentang pujian kepada Allah Swt. dan sanjungan kepada Nabi Muhammad saw.
- Qasidah artinya suatu jenis seni suara yang menampilkan nasihat-nasihat keislaman. Lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasihat-nasihat, shalawat kepada Nabi dan doa-doa.
- Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. Sejarah pertama kali penggunaan musik rebana adalah ketika Rasulullah saw. hijrah dari Mekah menuju Madinah. Sesampainya di Madinah Rasulullah saw. disambut dengan meriah di Madinah dengan lantunan musik rebana.
Seni pertunjukkan wayang kulit merupakan perpaduan kebudayaan Jawa dengan unsur keislaman. Dahulunya lukisan seperti bentuk manusia, kemudian para wali mengubah bentuknya. Dari yang semula lukisan wajahnya menghadap lurus kemudian agak dimiringkan.
Sumber cerita dalam mementaskan wayang diilhami dari Kitab Ramayana dan Mahabarata. Tentunya para Wali mengubahnya menjadi cerita-cerita keislaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan di dalamnya. Salah satu lakon yang terkenal dalam pewayangan ini adalah Jimas Kalimasada yang dalam Islam diterjemahkan menjadi Jimad Kalimat Syahadat.
G. Seni Sastra
Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis karya sastra yang sesuai dengan ajaran Islam di antaranya sebagai berikut.
- Babad adalah dongeng yang sengaja diubah sebagai cerita sejarah. Babad merupakan campuran antara fakta sejarah, mitos dan kepercayaan. Contohnya Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, Babad Surakarta, Babad Giyanti, dan Babad Pakepung. Di daerah Melayu, babad dikenal dengan nama sejarah sarasilah (silsilah) atau tambo, yang juga diberi judul hikayat. Contohnya Tambo Minangkabau, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Hikayat Sarasilah Perak.
- Hikayat adalah cerita atau dongeng yang biasanya penuh dengan keajaiban dan keanehan. Di antara hikayat yang terkenal adalah hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat 1001 malam, Hikayat Bayan Budiman dan lain-lain.
- Suluk adalah kitab-kitab yang menguraikan soal tasawuf. Sunan Bonang mengembangkan ilmu suluk dalam bentuk puisi yang dibukukan dalam Kitab Bonang. Hamzah Fansuri menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi yang bernafaskan keislaman, misalnya Syair Perahu dan Syair Dagang. Syekh Yusuf, seorang ulama Makassar yang diangkat sebagai pujangga di kerajaan Banten, berhasil menulis beberapa buku tentang tasawuf.
Kesenian debus difungsikan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah. Debus merupakan seni bela diri untuk memupuk rasa percaya diri dalam menghadapi musuh.
Kesenian ini mempertunjukkan aksi kekebalan tubuh terhadap benda-benda tajam. Filosofi dari kesenian ini adalah kepasrahan kepada Allah Swt. yang menyebabkan mereka memiliki kekuatan untuk menghadapi bahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar